v21_ad_650_70
Daily Live Sepak Bola Hidup Permainan Bola Basket Berita Olahraga Klasemen
Posisi saat ini:Rumah > Pesan >

Cerita Eks Kapten Tim PSIS usai Krismon 1999: Gaji Telat Sudah Biasa, tapi Tak Pernah Molor Berbulan-bulan

2025-05-12 07:30:02 Views:7
Bonggo Pribadi yang kini menjadi asisten pelatih di PSIM Yogyakarta. (Istimewa/Instagram resmi PSIM)

Kediri - Bonggo Pribadi miris sekaligus prihatin mendengar keterlambatan gaji yang dialami pemain PSIS di BRI Liga 1 2024/2025. Hal seperti itu dulu juga pernah dialaminya selama tujuh tahun bermain di PSIS.

Pada sesi audiensi perwakilan pelatih dan pemain usai laga PSIS melawan PSS yang berakhir dengan skor 1-2 lalu, karetaker pelatih M. Ridwan dan kapten tim PSIS, Septian David Maulana. Selain itu, ada pula dua pemain Mahesa Jenar lain yang hadir, Riyan Ardiansyah serta Joao Ferarri.

"Untuk masalah gaji, yang pasti memang ada keterlambatan, tetapi kami tidak tahu berapa bulan keterlambatan dari setiap pemain, karena kondisinya berbeda-beda,” kata Septian David Maulana kepada suporter.

"Cuma kalau saya, gaji yang Januari itu masih belum lunas, sedangkan untuk Februari, Maret, dan April, itu belum dibayar. Untuk periode Mei, gajiannya tanggal 10 Mei," David menambahkan.

Mantan kapten tim, Bonggo Pribadi, yang pernah bermain di PSIS pada rentang 1998/1999-2005 punya cerita soal pengalaman keterlambatan gaji di klub tersebut.

"Saya tak tahu masalah internal tim. Tapi kalau saya ikuti berita PSIS, kondisinya memang memprihatinkan. Soal gaji telat di sepak bola Indonesia bukan hal baru lagi. Semoga masalah ini segera bisa diselesaikan manajemen," katanya.

 


Bonggo Pribadi Cerita Kondisi Keuangan Saat Ia Perkuat PSIS

Jika boleh membandingkan di awal dirinya bersama kiper I Komang Putra, Agung Setiabudi, dan Ali Sunan pindah dari Arseto Solo ke PSIS, situasi Indonesia saat itu juga sangat tidak baik-baik saja.

Pertama bergabung dengan Mahesa Jenar, julukan PSIS, Indonesia belum pulih dari krisis moneter. Kondisi politik dan ekonomi Nasional karut marut.

"Salah satu alasan Arseto Solo bubar karena krismon itu. Tak hanya Arseto Solo, eks klub Galatama lainnya juga bubar. Makanya kami pindah ke klub eks Perserikatan. Kalau dibandingkan dengan sekarang, kondisi dulu jelas lebih parah," jelasnya.

Namun, lanjut Bonggo Pribadi, nilai kontrak pemain dulu dan sekarang sudah jauh berbeda. Jika tempo lalu hanya berkisar 100-an juta rupiah, kini bisa menembus hampir miliaran.

"Nilai kontrak itu yang membedakan. Dulu kontrak kami jauh jika dibandingkan dengan sekarang. Apalagi mayoritas pemain PSIS dari tim junior. Jadi kalau ada keterlambatan gaji masih bisa cepat diatasi oleh pengurus," kata Bonggo Pribadi. 

"Kami juga tak bisa dapat kontrak besar, karena klub kena dampak krismon. Di situasi krismon, kami dapat klub saja sudah sangat beruntung," ucapnya.

 

 

 


Persoalan Gaji

Liga 1 - Ilustrasi Logo PSIS Semarang BRI Liga 1

Bonggo Pribadi dkk. pernah mengalami pembayaran gaji molor. "Gaji kami molor, bukan telat sampai tertunggak hitungan bulan. Paling molor beberapa hari. Jika biasanya dibayar tanggal sepuluh, molor lima sampai sepuluh hari. Jadi bulan itu tetap menerima gaji. Bukan dibayar bulan berikutnya. Kalau bonus sudah biasa telat dalam bulan selanjutnya," paparnya.

Sistem kompetisi musim 1998/1999 kala PSIS juara Ligina V juga berbeda dengan Liga 1 saat ini. "Kompetisi musim itu baru dimulai lagi, setelah dihentikan karena krismon. Kompetisi dibagi beberapa grup dengan jumlah tim sedikit. Sehingga jumlah pertandingan juga sedikit," tuturnya.

Bonggo Pribadi juga menyebut peran media saat itu juga membantu cepatnya pencairan gaji yang telat. "Dulu media sangat akrab dengan pengurus dan pemain. Kami biasa ngobrol dan curhat dengan teman-teman media. Ketika media konfirmasi ke pengurus soal gaji telat, manajemen pun cepat bertindak. Karena pengurus malu jika soal keterlambatan gaji diketahui publik," katanya.

Pria yang kini jadi pelatih itu pernah merasakan keprihatian terhadap kepedulian pengusaha di Semarang terhadap PSIS.

"Pernah pengurus mengundang para pengusaha. Tapi dari puluhan orang yang datang hanya sekitar lima pengusaha yang mau membantu. Jumlah donasi pun tak seberapa. Jadi tak heran bila dulu pengurus menjual asetnya untuk membiayai klub. Saya kira sekarang itu masih terjadi. Bedanya jika dulu bernilai ratusan juta, sekarang bisa puluhan miliar," pungkasnya.

Komentar

captcha
Kirim komentar
  • Gambar profil
    {{ currentUser.username }} {{ comment.created_at }} IP:{{ comment.ip_addr }}

    {{ comment.content }}

Belum ada komentar

Berita yang direkomendasikan

Berita yang direkomendasikan

Video yang direkomendasikan